Kisah Legenda Joko Tarub dan 7 Bidadari (Cerita Rakyat Jawa Tengah)
Disebuah desa bernama Tarub tinggallah seorang janda. Seorang janda bernama Mbok Tarub. Ia mempunyai seorang anak angkat, seorang anak lelaki yang di kemudian hari setelah beranjak dewasa kerap disapa Joko Tarub.Joko Tarub anak yang rajin dan berbakti kepada ibu angkatnya.
Ia mengolah tanah di sawah dan ladang milik ibu angkatnya. Di sela-sela waktunya digunakannya untuk mencari kayu bakar di hutan. Kadang ia berburu dengan menggunakan sumpitnya.
Joko Tarub terkenal piawai memainkan sumpitnya, jarang meleset jika ia menyumpit. Wajahnya juga tampan hingga membuat gadis-gadis sangat menghendaki dapat disuntingnya. Namun, Joko Tarub tampaknya belum berminat untuk berumah tangga.
Mbok Tarub senantiasa mengingatkannya, "Jaka anakku, sebelum ibumu ini tutup usia, aku ingin melihat engkau berumah tangga."
Namun, hingga Mbok Tarub meninggal dunia karena sakit, Joko Tarub belum juga beristri.
Namun, hingga Mbok Tarub meninggal dunia karena sakit, Joko Tarub belum juga beristri.
Sepeninggal ibu angkatnya, Joko Tarub lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. Ia merasa sangat sedih ditinggalkan perempuan tua yang telah diakuinya sebagai ibu kandung itu. Pada suatu siang Joko Tarub tidur dan bermimpi.
Dalam impiannya itu ia memakan daging rusa. Amat lezat rasanya. Seketika ia terbangun, Joko Tarub pun bergegas menuju hutan seraya membawa sumpitnya. Ingin benar ia memakan daging rusa seperti yang dirasakannya dalam impiannya itu.Sangat mengherankan baginya, Joko Tarub tidak menjumpai seekor hewan buruan pun.
Tidak dilihatnya seekor rusa pun. Bahkan hingga Joko Tarub menuju bagian hutan yang belum pernah dijelajahinya pun, tetap tidak dijumpainya seekor rusa di tempat itu. Joko Tarub menjadi lelah.
Duduklah ia kemudian di atas batu yang terdapat di pinggir telaga. Keadaan sepi dan ditambah dengan lelah yang dirasakannya membuat Joko Tarub mengantuk. Tak berapa lama kemudian ia telah tertidur.
Baru beberapa saat Joko Tarub tertidur, telinganya mendengar suara yang mengejutkan baginya. Suara perempuan-perempuan yang tengah bercanda. Joko Tarub terheran-heran mendengar suara-suara itu. Mengapa pula ada perempuan-perempuan di tengah hutan? Siapakah mereka? Atau jangan jangan, mereka adalah hantu-hantu perempuan penunggu hutan itu!Joko Tarub penasaran.
Ia pun mencari sumber suara itu. Amat terpernjat Joko Tarub ketika mendapati tujuh perempuan tengah mandi di telaga itu. Sangat cantik-cantik wajah mereka. Joko Tarub berhasrat menikahi salah seorang dari mereka. Seketika dilihatnya tujuh selendang yang terletak di dekat telaga itu, Joko Tarub langsung mengambil salah satu selendang. Segera disembunyikannya selendang itu.
Menjelang sore tujuh perempuan cantik itu hendak mengakhiri acara mandi mereka. Salah seorang perempuan itu mengajak enam perempuan lainnya untuk segera kembali ke Kahyangan. Mengertilah Joko Tarub jika tujuh perempuan itu adalah tujuh bidadari.
Salah seorang bidadari, Nawang Wulan namanya, tidak menemukan selendangnya. Bidadari bungsu itu berusaha keras mencari selendangnya, namun tetap tidak diketemukannya. Enam kakaknya turut pula mencari. Tetap, selendang Nawang Wulan tidak ditemukan. Enam kakak Nawang Wulan akhirnya meninggalkan Nawang Wulan sendirian. Mereka terbang ke Kahyangan dengan menggunakan selendang mereka masing-masing.
Sepeninggal enam kakaknya, Nawang Wulan menangis. Ia sangat sedih karena tidak bisa kembali ke Kahyangan. Dunia manusia merupakan sesuatu yang sangat asing baginya. Ia merasa akan kesulitan untuk tinggal di dunia manusia itu, terlebih-lebih tidak ada seorang pun yang dikenalnya di dunia manusia itu.
Joko Tarub segera mendekat dan mengajak berkenalan. Dikemukakannya kesediaannya untuk menolong Nawang Wulan. Merasa tidak ada lagi sosok yang dapat dimintai tolong, Nawang Wulan pun menyatakan kesediaannya ketika Joko Tarub mengajaknya pulang ke rumah Joko Tarub.
Beberapa waktu kemudian Joko Tarub menikahi Nawang Wulan. Keduanya hidup berbahagia. Joko Tarub tidak lagi bermalas-malasan
karena merasa telah mempunyai tanggung jawab. Terlebih-lebih ketika istrinya mengandung dan kemudian melahirkan seorang bayi perempuan.Joko Tarub memberi nama anaknya itu Nawangsih.
Setelah menikah, Joko Tarub sesungguhnya merasa heran. Lumbung padinya serasa tidak pernah berkurang isinya, melainkan bertambah. Panen yang kemarin belum habis, panen berikutnya telah didapatkannya.
Padahal, setiap hari istrinya itu menanak nasi. Lantas, bagaimana hal itu bisa terjadi? Joko Tarub tidak menanyakan masalah itu, melainkan disimpannya di hatinya saja. Meski, hal itu membuat rasa penasarannya kian meninggi.
Pada suatu hari Nawang Wulan berpesan kepada Joko Tarub, "Kakang, aku tengah memasak nasi. Tolong jagakan apinya. Pesanku,jangan sekali-kali Kakang membuka tutup kukusan ini. Tunggu hingga aku pulang dari sungai"
Sepeninggal istrinya, Joko Tarub sangat penasaran akan larangan istrinya. Joko Tarub pun melanggar pesan istrinya. Ia membuka tutup kukusan. Betapa terperanjatnya Joko Tarub ketika mendapati setangkai padi di dalam kukusan. Istrinya menanak nasi hanya dari setangkai padi!
"Pantas padi di lumbungku serasa tidak pernah habis-habis dan bahkan terus bertambah;" gumam Joko Tarub. "Rupanya istriku menanak setangkai padi untuk menjadi nasi satu kukusan penuh!"
Ketika Nawang Wulan pulang dari sungai, ia membuka tutup kukusan. Dilihatnya setangkai padi yang diletakkannya masih berupa setangkai padi. Mengertilah ia jika suaminya telah melanggar pesannya untuk tidak membuka tutup kukusan. Kesaktiannya yang selama itu dirahasiakannya akhirnya musnah.
Ia harus berlaku laksana manusia di bumi untuk menanak nasi. Ia harus menumbuk padi, menampi, hingga akhirnya menanak beras itu menjadi nasi. Nawang Wulan terpaksa bekerja keras seperti ibu-ibu lainnya. Maka, persediaan padi di lumbung suaminya terus berkurang. Hingga suatu waktu padi di lumbung itu tinggal sedikit hingga alas lumbung pun terlihat. Ketika itulah Nawang Wulan menemukan selendangnya!
Nawang Wulan amat sedih sekaligus geram, suaminya itu ternyata yang menyembunyikan selendangnya. Ia merasa, suaminya memang telah merencanakan agar ia tinggal di bumi dan kemudian menikahinya. Nawang Wulan segera mengenakan selendangnya dan terbanglah ia menemui suaminya. Katanya, "Kakang, aku akan kembali ke Kahyangan.
Jaga dan rawatlah Nawangsih baik-baik. Buatlah dangau di sekitar rumahmu ini dan letakkan Nawangsih pada setiap malam harinya. Aku akan datang untuk menyusuinya. Pesanku, sekali-kali janganlah engkau mengintip atau datang mendekat!"Joko Tarub tidak dapat mencegah kepergian istrinya setelah kedoknya terbongkar. Ia terpaksa rnengiyakan pesan istrinya.
Nawang Wulan lantas terbang menuju langit setelah mencium Nawangsih.Joko Tarub lantas membuat dangau di sekitar rumahnya. Sesuai pesan istrinya, setiap malam ia meletakkan Nawangsih di dalam dangau itu.
Nawang Wulan lantas terbang menuju langit setelah mencium Nawangsih.Joko Tarub lantas membuat dangau di sekitar rumahnya. Sesuai pesan istrinya, setiap malam ia meletakkan Nawangsih di dalam dangau itu.
Ia merasa sangat menyesal karena pernah melanggar pesan istrinya, maka kini ia memegang teguh pesan istrinya itu. Sama sekali ia tidak berani mengintip atau datang mendekati dangau ketika istrinya tengah menyusui Nawangsih, buah hati mereka.
Kisah cinta yg mengharukan
ReplyDeletekisah jaman aku masihkecil yang sering mendonggeng nenek saya ,.. keren min...
ReplyDelete