Bawang Merah dan Bawang Putih
Bawang Putih adalah gadis yang sudah tidak punya ibu dan bapak. Ia hidup bersama dengan ibu tirinya yang juga mempunyai seorang anak yang seusia dengan bawang putih, namanya Bawang Merah. Bawang Putih selalu dibebani pekerjaan yang berat berat, misalnya mengambil air dari sumber yang jauh jaraknya dari rumah.
“Tidak mengapa…” gumam Bawang Putih sambil bekerja.
“Mengambil air dari belik (sumber). Jaraknya dari rumah cukup jauh. Tapi ini seperti olah raga yang menyehatkan tubuhku”.
Sementara saudara tirinya yaitu Bawang Merah tidak pernah disuruh bekerja membantu ibunya. Pekerjaannya sehari – hari hanya bersolek dan bermalas – malasan.
“Ngapain bekerja keras. Biar si Bawang Putih saja yang melakukannya”, kata Bawang Merah.
“Dulu aku sudah sering melakukannya, sekarang gantian dong!”.
Bawang Putih juga diperintah mencari ranting – ranting kayu bakar untuk menanak nasi dan memasak. Namun gadis ini tidak pernah mengeluh. Ia jalani hidup ini dengan tabah walau kadang ia juga merasa diperlakukan tidak adil oleh ibu tirinya.
Seperti member makan ayam harus dia yang melakukan, padahal itu pekerjaan mudah dan Bawang Merah pasti bisa melakukannya.
Ia juga yang harus menyapu dan menimbun sampah di belakang rumah. Mereka sering bergerak tanpa disadari tubuh Bawang Putih semakin sintal padat dan sehat. Kecantikannya tidaklah berkurang karena kesibukannya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Sementara Bawang Merah dibiarkan begitu saja. Apa bila ada kesalahan sedikit saja ia selalu dimarahi habis-habisan oleh ibu tirinya.
“Ingat jangan ulangi lagi kesalahanmu, dasar gadis bodoh! Jelek!”, bentak ibu tirinya suatu hari.
“Maaf Bu…..saya tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi. Maafkan saya Bu….”, kata Bawang Putih dengan sopan.
“Sudah sana cepat cuci pakaian adikmu”, bentak si Ibu tiri.
Bawang Merah setiap hari hanya bersolek. Ia berusaha berdandan sebaik baiknya. Namun diam – diam ia harus mengakui bahwa Bawang Putih ternyata jauh lebih cantik daripada dirinya. Padahal Bawang Putih tidak pernah bersolek secara berlebih-lebihan seperti Bawang Merah.
“Mengapa dia tetap lebih cantik dariku?” tanya Bawang Merah dalam hati.
Ya, Bawang Merah merasa iri hati dan berusaha terus berdandan sebaik mungkin, tapi walaupun sudah berdandan sedemikian rupa ia tetap kalah cantik bila dibandingkan dengan Bawang Putih.
Seperti biasa setiap hari Bawang Putih diperintah mencuci pakaian-pakaian kotor yang jumlahnya cukup banyak.
“Mengapa Bawang Merah tidak mau belajar mencuci pakaiannya sendiri?” tanya Bawang Putih dalam hati.
Suatu ketika ia mendapati seekor ikan menggelepar-gelepar diatas tanah dekat tepian sungai, rupanya ikan ini jatuh dari jala pencari ikan tanpa diketahui si penjala ikan.
“Kasihan kau ikan……!” bisik Bawang Putih sambil membungkuk.
Bawang Putih memungutnya dan dengan hati-hati ia memasukkannya ke dalam air sungai. Sang ikan menatapnya dengan pandangan terima kasih, kemudian menyelam ke dasar sungai.
Sesaat kemudian ikan itu menyembul keluar dan mengeluarkan suara,
“Terima kasih Bawang Putih, karena mengasihi sesama makhluk dan telah menolongku maka aku juga akan membantu kesulitanmu.”
“Hai kau bisa bicara ikan?”
“Benar! Sesungguhnya aku adalah ikan jelmaan Dewa.”
“Oh……maafkan hamba Dewa……!”
“Tidak mengapa……sekarang masukkan cucianmu ke dalam air.” pinta ikan aneh itu.
Bawang Putih memasukkan pakaian-pakaian kotor itu ke dalam air. Ikan itu menyelam kembali ke dasar sungai. Begitu Bawang Putih mengangkat pakaiannya seketika pakaian-pakaian itu sudah bersih sekali.
“Terima kasih Pukulun……! Terima Kasih……!” kata Bawang Putih berkali-kali.
Semenjak saat itu sang ikan menjadi sahabat Bawang Putih. Bila Bawang Putih mencuci pakaian disungai, sang ikan muncul ke permukaan, dan anehnya Bawang Putih mampu menyelesaikan cuciannya yang banyak itu dalam tempo yang cukup singkat tanpa merasa lelah. Kira sang ikan jelmaan Dewa itu telah membantunya secara ghaib.
Melihat pekerjaan yang berat dapat diselesaikan dalam waktu singkat, si ibu tiri menjadi curiga. Suatu ketika Bawang Merah disuruh mengamati dari jauh siapakah yang membantu pekerjaan si Bawang Putih.
“Oh ternyata dia dibantu oleh ikan ajaib? Begitu pakaian dicelupkan ke dalam air seketika itu juga pakaian itu menjadi bersih dengan sendirinya.” gumam Bawang Merah.
“Hmmm…., aku ada akal untuk......”
Bawang Merah terus bersembunyi hingga Bawang Putih pulang ke rumah. Bawang Putih sama sekali tidak menduga jika Bawang Merah sudah melihat dan mengamatinya sejak tadi.
Esok harinya, pagi-pagi Bawang Putih disuruh mencari kayu bakar dan air untuk memasak, sementara Bawang Merah pergi ke sungai sambil membawa cucian.
Ditepi sungai Bawang Merah menirukan apa yang kemarin dilakukan oleh Bawang Putih. Pada saat ikan ajaib itu muncul, ia langsung menjaring dan menangkapnya.
“Lepaskan aku……lepaskan aku……!” teriak ikan itu dengan nafas terengah-engah.
“Apa melepasmu? Enak aja! Kau yang selama ini membantu Bawang Putih……sekarang jangan harap kau dapat melakukannya lagi.”
Habis berkata demikian Bawang Merah segera bergegas pulang ke rumah. Pada saat itu Bawang Putih masih berada di tepi hutan mencari kayu bakar.
“Ibu……Ibu……! Aku berhasil menangkap ikan ini!” teriak Bawang Merah di depan pintu.
“Mana coba ibu lihat!” sahut si ibu jahat ini sambil melangkah ke luar rumah.
Bawang Merah mengacung-ngacungkan ikan emas itu dekat ibunya.
“Wah cukup besar juga ya. Pasti lezat jika kita panggang!”
“Ah, jangan dipanggang Bu……!”
“Lalu mau kau apakan?”
“Kita goreng saja agar lebih lezat!”
“Baiklah terserah kau saja.”
“Lalu bagaimana dengan Bawang Putih?” tanya Ibunya.
“Hmmm……kukira dia juga harus dapat bagian dari ikan ini.”
“Bagian apanya?”
“Bagian durinya saja…..hihihihihihiii……!” Bawang Merah tertawa kesenangan sambil membayangkan betapa sedih dan kecewanya si Bawang Putih kehilangan ikan kesayangannya.
Demikianlah, ikan itu mereka bawa ke dapur. Disembelih, dikeluarkan kotorannya, lalu digoreng di wajan dengan minyak kelapa panas mendidih. Setelah cukup masak ibu dan anak itu memakannya hingga habis dagingnya. Hanya duri dan kepala yang disisakan oleh ibu dan anak yang dengki itu.
“Hati-hati……sebaiknya kau bungkus duri ikan itu agar dia tidak menyangka bahwa ikannya telah kita goreng!” pesan ibu Bawang Merah.
Ketika Bawang Putih pulang sehabis mencari kayu bakar, mereka berpura-pura baik hati. Mereka sediakan nasi diatas meja, lalu Bawang Putih dipersilahkan makan.
“Ayo Bawang Putih makanlah dulu. Ini nasinya masih hangat. Dan ini bungkusan berisi lauk yang sangat lezat……cepatlah kau buka dan kau makan.” kata Bawang Merah.
“Terima kasih……apakah kalian berdua sudah makan?” tanya Bawang Putih.
“Sudah cepat kau buka bungkusan itu!”
Bawang Putih membuka bungkusan itu ternyata berisi duri ikan emas. Seketika pucat pasi wajah Bawang Putih.
“Ka……Kalian telah membunuh dan memakan ikan emasku, teganya kalian……!”
Ibu dan anak itu hanya tertawa tawa penuh kemenangan. Tanpa banyak bicara lagi Bawang Putih membawa duri ikan itu ke halaman rumah dan menguburnya dengan hati-hati.
Esok harinya terjadilah keajaiban. Ditempat ikan itu dikubur telah tumbuh tanaman bunga yang indah. Bawang Putih merawat tanaman itu dengan penuh kasih sayang.
Pada suatu hari ada Pangeran Kerajaan disertai patih dan pengawal yang melintas di tempat itu. Pangeran sangat tertarik atas keindahan bunga yang sedang mekar di halaman rumah Bawang Putih. Pangeran turun dari kudanya dan bertanya siapakah yang menanam bunga itu.
Begitu melihat ada seorang pangeran memasuki halaman rumahnya seketika Bawang Merah dan Ibu nya segera menyambutnya dengan tergopoh-gopoh.
“Siapa pemilik tanaman bunga yang indah ini?” tanya Pangeran.
“Hamba Pangeran……hamba……!” sahut Bawang Merah.
“Benarkah kau yang menanamnya?” tanya Pangeran.
“Benar Pangeran!”
Tapi Pangeran itu malah menggeleng-gelengkan kepalanya.
Melihat ada tamu penting Bawang Putih ikut keluar rumah. Ketika sepasang matanya beradu pandang dengan Pangeran jantungnya berdebar kencang. Ia tertunduk malu.
Pangeran mendekati gadis itu sambil bertanya,
“Siapa namamu dik manis?”
“Nama hamba Bawang Putih……”
“Oh……jadi kau yang bernama Bawang Putih. Telah lama aku mencarimu. Aku telah mendapat bisikan dalam semedi ku bahwa gadis bernama Bawang Putih adalah calon istriku.”
“Pangeran……dia hanya seorang pembantu……dia……!” protes Bawang Merah.
Namun Bawang Merah tidak berani meneruskan ucapannya karena Pangeran memandangnya dengan penuh amarah.
“Kau pastilah Bawang Merah!” bentak Pangeran.
“Beb……beb……benar Pangeran……” jawab Bawang Merah dengan suara gemetar.
“Kau dan ibumu telah memakan ikan jelmaan Dewa, tubuh kalian akan mengeluarkan sisik seperti ikan.”
Baru saja Pangeran berkata demikian ibu dan anak yang jahat itu menjerit karena tubuhnya menjadi bersisik, seluruh kulit ditubuh mereka terasa gatal menyengat, mereka menggaruk-garuk sekujur tubuh namun rasa gatal itu bukannya hilang malah menjadi-jadi. Akhirnya mereka lari tak tentu rimbanya karena malu.
“Ampun……ampunkan kami wahai para Dewa……!” jerit si ibu sambil berlari kencang meninggalkan Bawang Merah.
“Aduh…! Gatal sekali seluruh kulitku……Ibu tolong anakmu! Ibu dimanakah kau ?” jerit Bawang Merah karena ia tak tahu kemana arah lari ibunya.
Sementara Pangeran mendekati Bawang Putih dan memegang tangannya sambil bertanya
“Diajeng Bawang Putih bersediakah engkau menjadi istriku?”
Bawang Putih mengangguk pelan. Wajahnya tertunduk malu.
Akhirnya, Bawang Putih yang baik hati dan senantiasa bersabar atas derita itu akhirnya diboyong ke istana untuk dijadikan istri Pangeran. Mereka hidup berbahagia hingga akhir hayatnya.
SELESAI
Post a Comment for "Bawang Merah dan Bawang Putih"